Pendidikan: :Mau Dibawa Kemana?
Oleh: Mustopa,S.Pd.I.
Apabila kita melihat dari tujuan pendidikan, maka
akan kita dapatkan kata-kata yang amat indah, yaitu “Mewujudkan manusia yang
beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur”. Kemudian Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1
menyebutkan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Namun, apakah pendidikan yang telah
membentuk manusia-manusia seperti itu? Atau, minimal pendidikan menjurus ke
arah sana? Kalau kita amati, maka proses pendidikan saat ini dipersempit kepada
hal-hal yang bersifat materi dan duniawi. Pendidikan dimaknai sebagai “NILAI”,
“PEKERJAAN”, ”GENGSI” dan sejenisnya. Orangtua akan merasa bangga bila anaknya
mendapatkan nilai bagus, bisa menembus sekolah negeri yang paforit, perguruan
tinggi negeri yang terkenal, lalu mendapat pekerjaan yang layak. Itu sah-sah
saja dan manusiawi.
Akan tetapi sesungguhnya proses pendidikan
bukan hanya menciptkan anak yang cerdas intelektualnya, namun yang lebih
penting adalah harus menuju pembentukan manusia yang identik dengan sebuah
“POHON”. Yaitu harus kuat akarnya, ranting dan daunnya lebat dan berbuah lezat.
Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, manusia tersebut memiliki ciri kuat akidahnya,
gemar beribadah dan menunjukkan akhlak yang mulia. Maka sekolah harus mampu
mencontohnya, dengan menerapkan pola belajar dan lingkungan yang bernuansa
religi dan berbudaya religi (Religeous Culture).
Sebagaimana proses pendidikan yang diberikan
Allah SWT. pada saat di alam rahim yakni
dengan menanamkan akidah. Pada saat Allah SWT. akan meniupkan ruh, maka ruh
ditanya “"Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Benar! (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (QS. Al-A’raf: 127).
Sebelum membentuk manusia yang handal dalam
segi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka harus ditanamkan terlebih
dahulu akidah (keimanan) yang kuat. Hanya dengan akidah yang kuatlah yang akan
membuat peserta didik dapat mengarungi hidupnya yang semakin penuh dengan
tantangan dan hambatan serta persaingan yang makin tajam. Sebagai contoh nyata,
iman kepada Allah ditandai dengan sikap peserta didik yang gemar mendekatkan diri kepada-Nya dan
iman kepada kitabullah membuat peserta didik yakin pedoman hidup terbaik adalah
Al-Qur’an. Sedangkan iman kepada
malaikat mengarahkan peserta didik agar selalu waspada dan tidak melanggar
perintah Allah. Sedangkan iman kepada nabi akan menjadikan Nabi Muhammad SAW.
sebagai teladan dalam setiap perbuatan, dan iman kepada Qadla dan Qadar
menganjurkan peserta didik untuk sabar dan tawakkal dalam menghadapi tantangan dan
masalahnya. Tentu saja proses pendidikan harus menanamkan keimanan yang bukan
saja dijadikan hapalan melainkan diyakini dan diamalkan dalam kehidupansehari-hari.
Apabila iman yang kokoh dan sudah terbiasa beribadah dalam kehidupan
sehari-hari, maka tujuan pendidikan untuk membentuk peserta didik berbudi
pekerti luhur akan pula tercapai.
Oleh sebab itu diperlukan kerja sama antara
pihak sekolah, orangtua dan masyarakat, sebab dalam dunia pendidikan dikenal
dengan tiga macam kelompok sosial yang berfungsi sebagai lingkungan pendidikan,
yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat, atau sering dsebut dengan istilah
formal, informal dan nonformal. Di antara ketiga macam lingkungan pendidikan
itu keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang terpenting, karena keluarga
adalah lingkungan yang pertama kali memeberikan pengalaman pendidikan pada
seorang anak. Di dalam keluarga anak memulai perkembangan jiwanya.
Sebagai kelompok sosial, keluarga adalah kelompok sosial di mana anak
lebih banyak memperoleh kesempatan melakukan interaksi sosial, anak paling
banyak berkesempatan melembagakan norma-norma, baik norma sosial kebudayaan dan
terutama norma agama.
Demikian pentingnya kedudukan keluarga dalam pendidikan,
terutama pendidikan agama,sehingga Nabi mengingatkan dalam haditnya. “Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) sampai lidahnya dapat berbicara
dengan jelas, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi,Nasrani
atau Majusi” (HR. Aswad bin Sari’).
Kalau ketiga komponen pendidikan itu dapat
dilakukan dengan kerja sama yang baik, teutama peranan kelurga yang harus lebih
dominan, tantangan dan ganguan apapun, kalau norma agama dan penanaman akhlak
mulia yang telah disiapkan oleh lingkungan keluarganya, maka anak itu tidak
akan mudah tergoyahkan dengan situasi apapun yang mengganggu kepadaanak kita
dan Insya Allah tujuan pendidikan di
atas akan terwujud. Semoga bermanfaat.
Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2011